Tahukah Anda bahwa balita sudah mengalami emosi seperti orang dewasa jauh sebelum mereka bisa bicara? Mereka bisa merasa sedih, marah, kesal, bahagia, takut, bahkan khawatir.
Namun, karena belum bisa berbicara dengan lancar atau mengekspresikannya, mereka cenderung kewalahan. Itu sebabnya mereka sering berlaku tidak logis, sehingga kita kewalahan menghadapinya.
Mereka membutuhkan kita untuk membimbing dalam mengelola emosinya. Tugas kita sebagai orang tua untuk membantunya merangkul semua emosi tersebut, bukan menghindarinya.
Perasaan tidak ada yang salah atau benar. Sedih dan senang, benci dan cinta, dapat hadir berdampingan dan menjadi bagian utuh emosi yang dialami anak. Ketika Anda membantu anak memahami perasaannya, niscaya mereka akan mampu mengelolanya.
Langkah pertama adalah memberi nama perasaan, sehingga mereka mengenalinya. Dengan begitu, kita pun mengomunikasikan kepada anak bahwa perasaan tersebut normal.
Berikut beberapa cara untuk mengenali dan menamai perasaan anak Anda:
Bahagia
Anda melihatnya: Dia spontan berjoget ketika Anda memberinya sepotong kue atau tertawa lebar ketika teman baiknya muncul.
Jelaskan: ”Kamu senang karena melakukan sesuatu yang kamu suka!” Dengan mengatakannya Anda membuat anak memahami hubungan antara perasaan senangnya dengan apa yang terjadi di dunianya. Hal ini juga membantunya menyadari bahwa dia bisa membuat dirinya senang.
Kembangkan: Sekitar usia 2,5 tahun anak-anak mulai menunjukkan tanda-tanda empati. Dorong dia membangun kepekaannya. Misalnya dengan mencari cara bagaimana menghibur teman yang sedih.

Sedih
Anda melihatnya: Dia tidak bisa menemukan boneka kesayangan. Bibirnya gemetar, wajahnya sedih dan air mata jatuh di pipi. Atau, dia terlihat membeku saat harus pulang setelah bermain di taman atau setelah Anda memergokinya membuat rumah berantakan.
Jelaskan: ”Kita semua merasa sedih sesekali, dan itu tidak apa-apa. Ayo kita cari cara bagaimana mengatasinya.” Penting untuk mengenalkan bahwa setiap orang pasti mengalami kesedihan karena hidup tidak selalu seperti yang kita inginkan. Namun, selalu ada cara untuk merasa lebih baik. Penting untuk berbicara kepada anak tentang emosi seperti ini sehingga dia tidak berpikir bahwa ada yang salah atau takut tentang perasaan tersebut.
Kembangkan: Bagi balita, perasaan negatif bagaikan lubang hitam, menyedot mereka seutuhnya dengan cepat. Tugas Anda adalah menaikkan semangatnya dan memberi tahu cara mengatasinya. Anda mungkin bisa menyarankan sesuatu seperti, ”Apakah pelukan akan membuatmu lebih baik?” atau ”Apakah pergi ke taman akan membantumu?”

Marah
Anda melihatnya: Setiap kali Anda menolak permintaannya, mengatakan ”tidak”, atau balita Anda kecewa atau frustasi, dia seakan menjadi liar, memukul, menjerit, bahkan menendang.
Jelaskan: ”Kamu marah karena tidak mendapatkan apa yang kamu mau.” Luapan kemarahannya mungkin akan memprovokasi Anda. Namun, Anda harus tetap tenang dan berpegang pada aturan. Memberikan apa yang anak inginkan hanya mengajarkannya bahwa cukup menendang dan berteriak, dia akan mendapatkan yang dia mau. Biarkan dia tahu bahwa Anda mengerti dia marah dan Anda senang memberinya pelukan ketika dia sudah tenang. Balita Anda bergantung kepada Anda untuk meredakan kemarahannya.
Kembangkan: Gunakan kesempatan ini untuk memandu balita yang marah sehingga bisa mengendalikan diri. Tujuannya supaya dia mampu berurusan dengan frustrasinya hidup tanpa menjadi stres. Anda harus banyak bersabar karena ini pelajaran dimana orang dewasa saja masih banyak yang belum menguasai.
Anda mungkin bisa memberinya semacam pelarian seperti ’boneka saat marah’ yang bisa diteriaki, atau ’sudut kemarahan’ dimana dia bisa mengeluarkan isi hatinya di tempat itu. Ini memberinya alternatif meluapkan amarah selain merusak barang-barang. Ketika kemarahannya reda, Anda bisa mengajaknya berbicara tentang cara yang lebih baik untuk berurusan dengan frustrasinya. Misalnya, ”Ibu paham kamu marah karena kakakmu tidak meminjamkan keretanya, tetapi bisakah kamu melakukan hal lain selain menendang?”

Takut
Anda melihatnya: Ketika bertemu orang, tempat, atau aktivitas baru, anak Anda mundur dan terlihat khawatir. Hal-hal yang tidak pernah menjadi masalah baginya, seperti jam tidur, lift atau perosotan tinggi, tiba-tiba membuatnya takut.
Jelaskan: ”Kamu takut karena khawatir sesuatu yang buruk akan terjadi.” Anda mengakui perasaan goyahnya, tetapi juga menjelaskan bahwa ketakutannya tidak ada hubungannya dengan kenyataan. Hal ini terjadi karena dia menghadapi situasi yang baru dan tidak diketahui.
Kembangkan: Yakinkan anak bahwa dia aman dengan berbicara dengannya tentang pengalaman Anda. Contohnya, ”Ayah dulu juga takut dengan hantu, tetapi ayah tidak pernah melihatnya sekalipun. Mereka hanya berpura-pura di film atau buku.” Yang terpenting, ajari anak Anda untuk tidak terpaku pada ketakutannya, tetapi mencari apa yang bisa membuatnya berani dan percaya diri. Ketika dia merasa goyah, dorong untuk memilih mainan favoritnya, duduk di sebelah teman akrabnya atau mengingatkan ketika dia bisa mengatasi kegugupannya. (Anggi – Ibu Rumah Tangga)
@SahabatKeluarga